Pertanian Di Masa Dulu, Kini Dan Masa Depan.
Halo, teman-teman, kali ini saya akan membahas sebuah topik yang masih jarang dibicarakan di Indonesia padahal hal ini merupakan hal penting karena berkaitan dengan identitas bangsa kita selama bertahun-tahun lamanya, yaitu pertanian.
Indonesia dahulu dikenal sebagai salah satu negara agraris. Apa itu Agraris? secara harfiah Agraris adalah sektor bidang pertanian, maka negara agraris dapat diartikan sebagai negara yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Sejak zaman kerajaan, memang Indonesia terkenal dengan kekayaan alamnya yang membuat para penjajah rela berkelana jauh ke daerah Asia Tenggara untuk menemukan sebuah harta karun yang nilainya sangat berharga di masa itu. Pemerintah terdahulu pun masih sangat simpati terhadap pasang surut pertanian di Indonesia hingga masa Orde Baru berakhir banyak petani yang beranggapan bahwa simpati terhadap pertanian juga ikut surut. Seiring perkembangan zaman dan perpindahan kekuasaan sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mulai ditinggalkan dan diabaikan berbagai kalangan, padahal beberapa sumber pangan kita diproduksi dari hasil pertanian.
Miris memang jika melihat kenyataan bahwa kita yang dahulunya negara agraris yang kaya hingga dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga negara dari hasil pertanian sendiri, kini beralih identitas menjadi negara industri dengan alasan modernisasi dan efek globalisasi yang masif. pabrik dimana-mana, lahan pertanian dibeli kemudian dialihfungsikan menjadi pabrik, akibatnya angka produksi hasil tani terus merosot sedangkan demografi masyarakat terus meningkat setiap tahunnya, yang artinya kenaikan kebutuhan konsumsi pangan juga. selain berkurangnya lahan, sumber daya manusia yang ada juga semakin berkurang, rata-rata jika diperhatikan, para pegiat pertanian adalah orang dengan usia diatas 45-50 tahun ke atas, yang artinya mulai mendekati akhir masa produktif, sehingga sering ditemukan hambatan seperti gangguan kesehatan dari para pegiat pertanian yang membuat proses pertanian terhambat. Akhirnya semua ini menjadi sebuah tantangan yang semakin kompleks bagi para petani untuk bertahan hidup ditengah gempuran industri yang semakin masif dan canggih.
Soekartawi (2002) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi yaitu adanya perbaikan teknologi dari penggunaan teknologi lama menuju teknologi baru baik
dalam bentuk alat produksi, alat konsumsi, atau masukan produksi atau barang konsumsi. Keberadaan teknologi baru memungkinkan penambahan biaya produksi dan peningkatan risiko maupun ketidakpastian.Namun apakah kita sudah paham dengan konsep teknologi itu sendiri? Apa itu teknologi? Teknologi dapat diartikan sebagai sebuah metode yang diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Kita ketahui bersama Ilmu pengetahuan telah berkambang sangat pesat dan tantangan atau maslaah yang kita hadapi dimasa sekarang makin sulit dan butuh penyelesaian yang segar dan baru, sehingga peran Teknologi sangat dibutuhkan disini.
Jika kita lihat negara lain, seperti contoh Jepang yang memiliki lahan pertanian yang lebih sedikit ketimbang Indonesia namun dapat menghasilkan produk dengan kualitas kelas dunia bahkan dapat melakukan ekspor ke berbagai negera. Jepang sendiri sangat melestarikan budaya bercocok tanam, namun mereka sadar bahwa pertanian pembaharuan metode di dalamnya agar dapat bersaing dengan sektor lainnya. Teknologi merupakan solusi yang sudah jepang buktikan dapat membantu produktivitas pertanian meningkat, ditambah lagi teknologi berkembang sangat cepat membuat mereka tidak ingin melewatkan momentum ini dalam memadukan teknologi dalam konsep pertanian modern.
Mesin-mesin dengan sistem otomasi yang canggih, teknologi berbasis Internet atau Internet of Things (IoT) bahakan yang sedang sangat hangat dibicarakan yakni Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) sudah berkembang dimana-mana, sehingga mengapa kita tidak mencoba mengembangkan dan memadukan teknologi mutakhir yang dapat mendongkrak produktivitas pertanian di Indonesia. Tentu proses Penelitian dan Pengembangan memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu yang cukup panjang. Namun hal tersebut saya rasa lebih baik daripada kita hanya diam dan jadi negara konsumen yang tidak berdaya yang hanya dapat menggunakan produk teknologi dari luar negeri. Tentu kita tidak dapat menerapkannya secara menyeluruh sekaligus, perlu diterapkan secara bertahap agar terjadi sebuah adaptasi dari kebiasaan lama menuju kebiasaan baru yang lebih baik. ditambah lagi, kembali pada pembahasan kekurangan SDM pertanian, berdasarkan pengamatan saya dilapangan terutama pada proses produksi beras, para pegiat pertanian seperti pemilik sawah, buruh tani dan pemilik pabrik penggilingan rata-rata merupakan orang yang berusia diatas 45–50 tahun ke atas, yang berarti perlu effort lebih dalam mengedukasi mereka beradaptasi dalam kondisi pertanian modern, SDM muda dalam pertanian dibutuhkan namun sayangnya para pemuda enggan berbisnis di pertanian karena dianggap kuno dan old-fashioned business.
Syukurlah dalam beberapa media massa dan media Informasi sudah terlihat banyak produk pertanian dari hasil kolaborasi dengan teknologi terbaru. Apalagi melihat tools untuk mengembangkan teknologi terbaru semakin bermunculan yang memudahkan para programmer untuk turut andil membuat teknologi terbaru dengan tools yang modern sehingga efisiensi waktu pembangunan perangkat lunak dapat dipersingkat dan pengguna segera bisa merasakan sensasi berteknologi. seperti teknologi yang memadukan beberapa komponen yang telah ada diantaranya sensor untuk mengecek unsur hara tanah, termometer dan forecasting cuaca yang dihubungkan dengan sebuah perangkat lunak berbasis mobile yang terhubung pada jaringan internet serta dapat dikendalikan secara remote oleh pengguna melalui gawainya masing-masing. cara kerjanya sederhana yaitu sensor akan bekerja mendeteksi sesuai fungsinya masing masing dan forecasting cuaca akan memberikan data curah hujan yang lalu untuk memprediksi kemungkinan cuaca yang akan terjadi, semua data dikumpulkan dan software akan mulai mengolah data yang dimasukkan, kemudian keluaran dari proses pengolahan data ini adalah kapan harus dilakukan pemupukan dan penyemprotan obat-obatan tanaman demi mendukung pertumbuhan tanaman tanpa perlu datang dan mengecek langsung kondisi dilokasi, cukup dari gawai selamaterhubung ke internet kita dapat mengetahui serta mengontrol kegiatan pertanian. Setelah Informasi disajikan pada layar gawai pengguna, pengguna dapat menentukan apakah mesin penyemprotan akan bekerja otomatis berdasarkan pada kondisi tertentu atau akan bekerja sesuai ketika di aktifkan saja. tentu ini merupakan sebuah game changer dalam pertanian, kita bisa sebut dengan e-farming.
Selain dalam tahap produksi, menurut saya ide e-farming juga harus mempermudah proses distribusi dari produsen ke konsumen. Contoh yang saya temui pada produksi beras yaitu para pemilik sawah tidak semua memiliki pabrik penggilingan beras, dan begitupun sebaliknya. hal ini dapat disiasati dengan e-farming. Mereka mengeluhkan soal kesulitan mencari pabrik penggilingan beras terdekat sehingga produktivitas mereka jelas terhambat satu langkah. Dengan konsep aplikasi all-in-one ini kita dapat menambahkan fitur reservasi kepada pabrik penggilingan beras. Jadi, bagi para pemilik sawah tidak perlu bingung kapan dan dimana mereka dapat memproses hasil pertaniannya sehingga bisa dijual sebagai produk jadi yakni beras.
Kemudian, setelah jadi beras agar semakin mempermudah lakunya produk pertanian, tersedia pula sebuah fitur yang menghubungkan antara pemilik pasokan beras dan konsumen beras. Berdasarkan Data di Kementrian Pertanian Republik Indonesia, sampai pada tahun 2020 Beras masih merajai sebagai sumber pangan paling diminati konsumen di Indonesia. Sehingga dengan mempermudah akses konsumen ke produsen memotong proses proses yang tidak perlu dan memungkinkan konsumen mendapat harga lebih murah karena tidak ada biaya tambahan lainnya seperti perjualan beras konvensional saat ini. Meskipun terlihat menjanjikan dan sangat membantu banyak orang, namun saya sadar hal ini dapat menggeser atau bahkan menghilangkan fungsi supplier atau distributor beras seperti pedagang di toko-toko beras. sehingga kita perlu memikirkan secara matang apakah fitur ini akan ada pada produk e-farming mendatang.
yang terakhir, fitur yang tidak kalah penting yakni pelaporan proses bisnis kepada orang-orang yang berada pada tingkatan bisnis eksekutif. Pelaporan sendiri merupakan hal yang perlu dilakukan untuk dapat melihat performa perusahaan kemudian para pemilik atau petinggi perusahaan dapat menentukan langkah apa yang akan perusahaan lakukan dimasa yang akan datang agar usahanya tetap menghasilkan keuntungan dan relevan dimasa depan. Pada tingkat eksekutif, pengguna akan menuntut sebuah tampilan yang sederhana namun mencakup keseluruhan informasi dari hasil pengolahan data. Ditambah lagi dengan kehadiran Internet yang semakin pesat, membuat pelaporan dan pengaksesan laporan dapat dilakukan dimanapun tanpa kenal waktu.
Pemaparan diatas merupakan murni dari hasil penelusuran saya pada pertanian terutama untuk produksi beras, dan seluuh gagasan diatas beberapa ada yang sudah ada dan sedang dikembangkan, dan sebagian merupakan murni ide serta rencana saya sebagai generasi muda yang ingin berkontribusi dalam membangun negeri pada bidang keahlian saya. Saya yakin kita bisa beridiri diatas kaki kita sendiri, memakmurkan seluruh penjuru negeri dengan optimalisasi pertanian dengan bantuan metode modern seperti teknologi terbaru , sehingga kekayaan alam yang ada yang telah Tuhan berikan serta diturunkan oleh nenek moyang kita semua tidak terbuang sia-sia. it takes time, but every struggle is worth. Terimakasih.
10119177 — Ilman Aulya
Program Studi Teknik Informatika
Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer
Universitas Komputer Indonesia
Referensi :